Tuesday, March 22, 2016

Waspada DBD, Jadilah Jumantik di Rumah Sendiri

Pakar Nyamuk IPB, Prof.Dr.drh. Upik Kusumastuti
Guru Besar FKH IPB, Prof.Dr.drh. Upik Kesumawat Hadi
Nyamuk Aedes aegypti yang menularkan virus dengue, memiliki perubahan perilaku  karena perubahan iklim. Hal ini disampaikan Pakar Nyamuk dan juga Guru Besar Fakultas Kedokteran Hewan IPB, Prof. Dr.Ir. Upik Kesumawati Hadi.

Menurutnya, proses penularan virus oleh nyamuk itu sangat komplek. Untuk kasus Demam Berdarah Dengue (DBD), bisa jadi reservoar (faktor penularnya) adalah penderita yang sudah sembuh tapi tubuhnya masih mengandung virus.

“Dulu adanya kasus DBD itu di hutan dan korbannya adalah monyet. Tapi dengan adanya perubahan jaman, kasus DBD pindah ke perkotaan. Dan ini sudah berlangsung lama sekali. Virus dengue dapat berkembang biak di tubuh nyamuk, tanpa nyamuk itu sakit. 

Bagaimana virus itu dapat akses manusia? Karena adanya aktvitas menghisap darah orang sakit menularkan ke orang sehat. Satu lagi kalau nyamuk yang sudah mengandung virus dengue bertelur maka telur yang sudah menetas menjadi nyamuk bisa menularkan,” ujarnya.

Terjadinya sakit itu ketika ketahanan tubuh kalah dengan virus tadi. Dalam orasi ilmiahnya yang berlangsung minggu lalu (19/3), Prof. Upik mengatakan manusia menyediakan habitat nyamuk. Dengan setetes air Aedes aegypti bisa bertelur dan berkembang biak. 

Dari delapan lokasi di Bogor yang diteliti, tidak ada yang angka bebas jentiknya tinggi, ini menunjukkan bahwa ada DBD karena ada nyamuknya. Angka ini yang sebabkan potensi DBD terjadi.

Kalau angkanya diatas 95 persen maka boleh dikatakan bebas jentik. Contohnya penampung air di dispenser, tatakan pot yang ada genangan airnya, talang rumah yang airnya terhambat daun.

Pakar Nyamuk IPB, Prof.Dr.drh. Upik Kusumastuti
Daerah yang rawan penularan DBD (angka bebas jentiknya rendah)

“Kita harus rajin membersihkan wadah-wadah (tidak hanya membuang airnya tetapi menyikatnya juga karena telur nyamuk menempel di dinding wadah) tersebut atau wadah lainnya seminggu sekali, karena telur akan menetas setelah seminggu,” terangnya.

Pakar Nyamuk IPB, Prof.Dr.drh. Upik Kusumastuti
Prof. Upik memantau penampung dispenser

Ada beberapa perubahan perilaku nyamuk yang perlu kita waspadai, diantaranya:
  1. Nyamuk Aedes Ae sekarang tidak hanya hidup di genangan air bersih tetapi bisa hidup juga di air genangan yang mengandung polutan atau air got. Jadi ini lebih parah.
  2. Sejauh ini aktivitas menghisap darah itu siang hari, ternyata Aedes ae juga menghisap darah pada malam hari. Maka kita harus tingkatkan kewaspadaan. Gunakan lotion dan baju lengan panjang.
  3. Adanya resistensi vektor (nyamuk Aedes ae) terhadap insektisida. Jika terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) DBD kemudian orang akan lakukan penyemprotan atau fogging. Padahal belum tentu efektif. Karena fogging itu penyemprotan hanya bertahan 2 jam, kontak dengan nyamuk dewasa saja. Insektisida rumah tangga, penggunaan yang lama dan sering akan terjadi resitensi.
  4. Dampak perubahan iklim, nyamuk terpengaruh iklim, suhu meningkat lebih aktif dan masa inkubasi di dalam tubuh nyamuk dan perkembangbiakan nyamuk lebih cepat.


Pakar Nyamuk IPB, Prof.Dr.drh. Upik Kusumastuti
Stop Penularan DBD, Jadilah Jumantik di rumah sendiri

Melihat banyaknya perubahan perilaku yang terjadi pada nyamuk Aedes ae ini harus menjadi perhatian kita bahwa masyarakat harus digerakkan untuk membeaskan daerah dari nyamuk. Kita harus menjadi Jumantik di rumah kita sendiri, tandasnya.(zul)

No comments:

Post a Comment