Wednesday, October 5, 2016

Kini Anak SD Sudah Menarche, Ajarkan Pendidikan Seksual pada Anak Sejak Dini

Anak SD sudah Menarche, Ajarkan Pendidikan Seksual pada Anak Sejak Dini
Prof. Ali Khomsan, Pakar Gizi IPB
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa telah terjadi penurunan usia menarche (mulai mengalami menstruasi pertama) pada remaja putri. Data Riskesdas menunjukkan bahwa rata-rata remaja putri Indonesia mengalami menarche pada usia 13 tahun. Namun hasil penelitian Dyan Fajar Christianti dan Ali Khomsan dari Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor (IPB) menunjukkan bahwa remaja putri di Kota dan Kabupaten Bogor mengalami menarche rata-rata di usia 10,6 tahun.

Secara umum status gizi memberikan pengaruh yang signifikan terhadap terjadinya menstruasi. Penumpukan lemak pada anak-anak memberikan kontribusi penting dalam menache pada remaja SD dan SMP. Kesejahteraan membawa risiko berupa asupan gizi yang lebih baik atau termasuk kondisi gizi lebih. Sehingga memberikan dampak fisiologis dengan datangnya haid lebih awal. 

“Penting sekali untuk diperhatikan bagaimana kesiapan tenaga pendidik dan tenaga kesehatan untuk menyiapkan anak-anak yang haid lebih awal. Tujuannya agar anak-anak ini bisa memahami perubahan yang terjadi pada tubuhnya sehingga bisa menjaga dirinya dengan baik sampai mereka dewasa, baik dewasa secara mental maupun fisiologis. Anak-anak yang datang haidnya lebih awal, mengalami kematangan seksual lebih dini tapi kematangan psikososialnya mungkin belum mencapai yang seharusnya. Peran orang tua sangat penting untuk memberikan pendidikan seksual kepada anaknya agar mereka bisa menjaga dirinya dengan baik,” ujar Prof. Khomsan di Media Center Kampus IPB Darmaga (5/10). 
Anak SD sudah Menarche, Ajarkan Pendidikan Seksual pada Anak Sejak Dini
Prof. Khomsan dan Dyan saat jumpa media 
Di dalam dunia pendidikan, penting juga anak-anak memperoleh informasi yang tepat dan akurat dari guru-gurunya sehingga saat mengalami kematangan seksual secara alamiah, anak sudah aware dengan kondisi tubuhnya. Jadi kalau dikaitkan dengan perbedaan status gizi, anak yang satus gizinya lebih baik atau bahkan overweihgt (sebagai cermin bahwa anak ini asupan gizinya lebih baik), berdampak pada timbunan lemak di perut maka akan mempercepat datangnya haid. Bandingkan dengan generasi sebelumnya. Sekarang anak sudah haid di usia 10 tahun, dulu 13 tahun. 

Remaja Kota Bogor lebih Cepat Datang Bulan 

Mentruasi merupakan peristiwa perdarahan uterus yang terjadi secara siklik dan dialami oleh sebagian besar wanita usia produktif. Terjadinya menarche dipengaruhi oleh berbagai macam faktor. Usia menarche perempuan yang lahir tahun 1986-1995 dipengaruhi oleh lingkar pinggang, indeks masa tubuh yang tinggi dan usia menarche dengan status gizi. 

“Hasil penelitian kami di SDN Babakan 1 Dramaga, SDN Babakan 3 Dramaga, SMPN 1 Dramaga, SD Bina Insani dan SMP Bina Insani menunjukkan jumlah siswi yang sudah menstruasi di kota lebih banyak (28,0%) dibandingkan dengan siswi di kabupaten bogor (25,1%). Dan sebanyak 57,1% subjek mengalami menarche pada usia 10 tahun. Telah terjadi penurunan usia menarche yang diduga disebabkan oleh keadaan gizi dan kesehatan umum yang semakin baik,” ujar Dyan.

Ini sejalan dengan penelitian sebelumnya bahwa usia menarche remaja putri di kota lebih muda dibandingkan dengan remaja putri di desa. Ini berkaitan dengan kondisi ekonomi keluarga dan gaya hidup. Semakin baik keadaan ekonomi keluarga akan berpengaruh terhadap kemudahan dalam memperoleh makanan yang berkualitas sehingga status gizi juga akan semakin baik. Selain itu, semakin muda usia menarche ibu maka semakin muda juga usia menarche anak, ini karena lokus pengatur estrogen yang diwariskan.

Tuesday, October 4, 2016

Blocker Tax, Lebih Adil daripada Tax Amnesty

Blocker Tax lebih Adil daripada Tax Amnesty
Dedi Maulana dan Agung Suharyana, Penggagas Blocker Tax
Sabtu dan Minggu (1-2/10) kemarin, Lembaga Pendidikan Qur'an (LPQ) Al Hurriyah Institut Pertanian Bogor (IPB) menggelar Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) mahasiswa IPB ke VIII di Masjid Al Hurriyah Kampus IPB Darmaga. Sebagai salah satu rangkaian kegiatan MTQ, LPQ Al Hurriyyah IPB bersama dengan Direktorat Kemahasiswaan IPB menggelar Musabaqah Karya Tulis Ilmiah Al-Quran. 

Salah satu pemenang dari lomba karya tulis ini adalah Agung Suharyana (Fakultas Ekonomi dan Manajemen) dan Dedi Maulana (Fakultas Pertanian) yang mengusung karya tulis berjudul 'Blocker Tax: Transformasi Kebijakan Tax Amnesty dalam Perspektif Islam'. Karya Agung dan Dedi tersebut berhasil mendapatkan Juara I di ajang tahunan IPB. 

Beberapa bulan ini kita dibuat "galau" dengan adanya kebijakan Tax Amnesty yang diluncurkan oleh pemerintah. Antara mau ikut tax amnesty atau tidak (untuk kalangan menengah ke atas) atau antara adil atau tidaknya kebijakan tersebut terhadap warga yang selama ini patuh bayar pajak.

Dua mahasiswa IPB ini menawarkan gagasan yang mereka sebut Blocker Tax. Lalu, apa itu Blocker Tax?

Blocker Tax, Lebih Berkeadilan Dibandingkan Tax Amnesty

Setiap warga negara Indonesia pasti sudah tahu tentang kebijakan Tax Amnesty yang diluncurkan pemerintah Republik Indonesia. Tax amnesty dapat diartikan sebagai kesempatan yang diberikan oleh pemerintah dengan waktu yang terbatas untuk kelompok wajib pajak tertentu untuk membayar jumlah yang telah ditetapkan, dengan dibebaskan kewajiban pajak untuk masa pajak di periode sebelumnya (termasuk bunga dan denda), serta dibebaskan atas tuntutan hukum. Program tax amnesty diluncurkan dalam rangka menambah pendapatan dari pajak yang sebelumnya disembunyikan. Tax amnesty juga sering dipakai untuk memperoleh data yang benar tentang wajib pajak, sehingga pada masa mendatang bisa dijadikan landasan untuk meningkatkan penegakan hukum dan penggalian penerimaan pajak. 

Namun, dalam jangka panjang, setelah program tax amnesty berakhir, wajib pajak akan menjadi tidak jujur karena berharap bahwa pada masa mendatang akan ada pemberian tax amnesty kembali. Pemberian tax amnesty dikhawatirkan menimbulkan rasa ketidakadilan atas masyarakat menengah kebawah yang selama ini sudah menjadi wajib pajak yang jujur. Bahkan pemberian tax amnesty dapat memunculkan peluang penggelapan pajak. Kebanyakan program tax amnesty tidak mampu memperluas tax base dan tidak menghasilkan penerimaan pajak yang signifikan. 

Tax amnesty secara Islam tidak syar’i disebabkan terdapat unsur ketidakadilan antara kalangan atas dengan kalangan menengah kebawah. Tax amnesty tidak efektif karena terdapat diskriminasi pajak diantara wajib pajak. 

Ada sebuah hadist yang berbunyi dari ‘Amir dari Fatimah binti Qais ia berkata; saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya di dalam harta kalian terdapat hak selain zakat”. Pemungutan pajak diperbolehkan asalkan Negara dalam keadaan darurat (Defisit Anggaran). Hal ini sesuai dengan Madzhab Hambali: Ulama madzhab Hambali membolehkan pengumpulan pajak yang mereka sebut dengan al-kalf as-sulthaniyah. Bahkan mereka menganggapnya sebagai jihad dengan harta.

Melihat ketidakadilan dalam penerapan tax amnesty, Agung dan Dedi dengan bimbingan dari Prof.Dr.Ir. Lukman M. Baga menggagas ide kreatif berupa sistem pemungutan pajak berbasis blocker tax yang terintegrasi dengan e-KTP. Hal ini menjadi solusi alternatif untuk meningkatkan jumlah pelapor wajib pajak tanpa merugikan pihak kalangan menengah kebawah. 

Blocker tax adalah sistem pemblokiran e-­KTP bagi wajib pajak yang terlambat atau tidak membayar pajak sesuai dengan waktu yang ditentukan. Sistem kerja blocker tax adalah memblokir (menonaktifkan) fungsi e-KTP yang dimiliki oleh masyarakat Indonesia. Tabel di bawah menunjukkan jenis-jenis blocker tax berdasarkan tingkat pelanggaran.

Jenis-jenis Blocker Tax Berdasarkan Tingkat Pelanggaran
No.
Jenis blocker tax
Jenis Pelanggaran
Hukuman
1
Easy blocker
§  Tidak membayar pajak selama 1 tahun dari batas waktu yang telah ditentukan
§  Tidak melaporkan atas asset yang dimiliki selama 1 tahun dari batas waktu yang telah ditentukan
§  Penonaktifan e-KTP sampai dengan batas waktu yang telah ditentukan
§  Membayar denda berupa bunga pajak sesuai peraturan perpajakan yang  berlaku
2
Middle blocker
§  Tidak membayar pajak selama 5 tahun berturut-turut dari batas waktu yang telah ditentukan
§  Tidak melaporkan atas asset yang dimiliki selama 5 tahun berturut-turut dari batas waktu yang telah ditentukan
§  Penonaktifan e-KTP sampai dengan batas waktu yang telah ditentukan
·         Membayar denda berupa bunga pajak sesuai peraturan perpajakan yang  berlaku
·         tindak pidana dengan hukuman penjara sesuai dengan peraturan    perundang-undangan yang berlaku
3
Extreme blocker
·         Tidak membayar pajak selama 10 tahun lebih secara berturut-turut dari batas waktu yang telahh ditentukan
·         Tidak melaporkan atas asset yang dimiliki selama 10 tahun lebih secara berturut-turut dari batas waktu yang telah ditentukan.
·         Penonaktifan e-KTP semur hidup
·         Membayar denda berupa bunga pajak sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku
·         Tindak pidana berupa hukuman penjara sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku

“Secara praktis blocker tax menjadi program keberlanjutan setelah berakhirnya tax amnesty. Bagaimanapun juga memberikan efek jera bagi pengemplang pajak (orang yang menghindari pajak) sangat penting dilakukan untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat khususnya para wajib pajak yang rutin membayar pajak,” Ujarnya. 

Tentu untuk merealisasikan program blocker tax diperlukan beberapa lembaga atau pihak-pihak yang mampu mendukung dan memiliki wewenang dalam pelaksanaan tax amnesty di Indonesia. Lembaga tersebut diantaranya adalah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Pemeriksa Keuangan, Direktort Jendral Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil), Konsultan pajak.(zul) 

Keterangan :

Agung Suharyana ini pernah membahana di beberapa stasiun televisi nasional dengan inovasinya yang bernama 'Iqropolly'. Tim Iqropolly juga mendapatkan undangan dari salah satu kementerian Malaysia untuk mempresentasikan Iqropolly di negeri seberang


Monday, October 3, 2016

Dukung Swasembada Protein, FPIK IPB Panen 3 Ton Ikan Nila


Dekan FPIK IPB, Dr.Ir. Luki Adrianto, M.Sc diantara awak media 
Gerimis hujan tidak menyurutkan awak media yang meliput panen ikan nila di Institut Pertanian Bogor (IPB), Kamis 29/9. Pada panen kali ini, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) IPB berhasil mengangkat 3 ton ikan nila dari dua kolam. Benih yang ditebar per kolam sekitar 5000 ekor. Dalam waktu tiga bulan, berat ikan per ekornya bisa mencapai 500 gram.

Kegiatan ini merupakan salah satu kontribusi IPB dalam pencapaian swasembada protein hewani tahun 2025 yang dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu. Sebagai bentuk dukungan terhadap program tersebut, FPIK IPB mengembangkan strategi Sustainable Adaptive Fisheries Production, dimana salah satunya mengembangkan produksi budidaya perairan yang lestari dan bertangggung jawab. 
Benih Ikan Nila Merah di Kolam Percobaan IPB Darmaga
Benih Ikan Nila Merah di Kolam Percobaan Kampus IPB Darmaga

Paling tidak, ada tiga hal strategis terkait sustainable aquaculture, yaitu: inovasi di bidang teknologi benih ikan, vaksin dan pakan ikan; sistem dan teknologi budidaya yang efisien serta berkelanjutan. Informasi lengkap tentang kegiatan panen ikan ini bisa dibaca DISINI. Atau bisa Anda saksikan di MGS Televisi berjudul IPB Panen Ikan Hasil Rekayasa Genetik.

Terkait budidaya ikan air tawar, saya ada beberapa artikel yang menarik untuk dibaca sebagai tambahan informasi. 

Pertama, IPB telah menghasilkan benih unggul ikan ekonomis penting misalnya Benih Ikan IPB-C1 dan IPB-C2. Informasi lengkap tentang kedua jenis ikan ini belum ada (penulis akan berusaha untuk mencarikan info lengkapnya). 

Selain itu, Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya melalui Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar Sukabumi memperkenalkan komoditas unggul baru bernama Ikan Mas Mantap (Majalaya Tahan Penyakit) hasil pemuliaan peneliti IPB, Dr. Alimudin Alsani. Pelepasan komoditas unggul ini telah ditetapkan pada tanggal 16 April 2015 yang lalu melalui Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 24/Kepmen-KP/2015 Tentang Pelepasan Ikan Mas Mantap.

Ikan Mas Mantap IPB
Ikan Mas Mantap
Beberapa keunggulan dari Ikan Mas hasil pemuliaan ini antara lain adalah daya tahan yang tinggi terhadap serangan virus KHV dan bakteri Aeromonas Hydrophyla, serta pertumbuhan yang lebih cepat. 

Kedua, upaya lainnya adalah menciptakan hormon pemacu pertumbuhan ikan. Fishgrow Stimulant (FGS) atau hormon pertumbuhan ikan hasil inovasi Dr. Alimudin Alsani ini bisa meningkatkan laju pertumbuhan ikan hingga 2-3 kali lipat. Informasi lengkapnya bisa di baca DISINI.

Ketiga, melakukan maskulinisasi Ikan Nila. Laju pertumbuhan Ikan Nila jantan lebih cepat dibandingkan dengan ikan betina. Selisih biomass ikan pada waktu panen yang disebabkan fenomena pemijahan liar bisa mencapai 30-50 persen. Untuk itu, dilakukan budidaya ikan nila monoseks (tunggal kelamin) jantan. Hal ini dilakukan dengan tujuan memperoleh pertumbuhan yang lebih besar, mengendalikan pemijahan liar dan mendapatkan penampilan yang lebih baik. Informasi lengkapnya bisa dibaca DISINI.

Dan yang terakhir adalah inovasi berupa metode sederhana untuk memilih ikan mas tahan infeksi KHV melalui marka molekuler. Kelebihan lain inovasi ini adalah kemudahan untuk diaplikasikan oleh laboratorium yang memiliki fasilitas PCR dan elektroforesis DNA. Dengan demikian, pembenih ikan mas dapat memilih calon induk ikan yang tahan infeksi KHV untuk dipelihara, dan biaya untuk memproduksi induk bisa diminimalkan. Informasi lengkapnya bisa dibaca DISINI.

Semoga beberapa informasi diatas dapat menambah wawasan pembaca setia blog ini. Salam.

Keterangan : Foto diambil dari akun facebook Dr. Alimudin

Peneliti IPB: Ikan Nila Tampil Maskulin dengan Testis Sapi

Maskulinisasi Ikan Nila IPB
Ikan Nila Merah di Kolam Percobaan Kampus IPB Darmaga
Ikan Nila memiliki keunggulan yaitu mudah berkembangbiak, pertumbuhan cepat, toleran terhadap kondisi lingkungan, berdaging tebal, disukai masyarakat dan mudah dibudidayakan. Karena mudah berkembang biak, maka dapat terjadi pemijahan yang tidak terkontrol dan menyebabkan pertumbuhan menjadi lambat.

Laju pertumbuhan ikan Nila jantan lebih cepat dibandingkan dengan ikan betina. Selisih biomass ikan pada waktu panen yang disebabkan fenomena pemijahan liar bisa mencapai 30-50 persen. Untuk itu, dilakukan budidaya ikan nila monoseks (tunggal kelamin) jantan. Hal ini dilakukan dengan tujuan memperoleh pertumbuhan yang lebih besar, mengendalikan pemijahan liar dan mendapatkan penampilan yang lebih baik.

Tim peneliti Institut Pertanian Bogor (IPB) melakukan maskulinisasi ikan Nila dengan memanfaatkan tepung testis sapi. Mereka adalah Muslim, Muhammad Zairin Junior, Nur Bambang Priyo Utomo dari Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) IPB.
Ikan Nila Merah
Ikan Nila Merah
Salah satu teknik untuk mendapatkan benih ikan Nila monoseks jantan adalah melalui teknik alih kelamin dengan pemberian hormon jantan (testosteron). Hormon yang umum digunakan adalah hormon sintetik 17α Methyltestosteron (MT), namun hormon ini mahal dan sulit didapatkan. Selain itu penggunaan hormon testosteron sintesis tidak dianjurkan di Indonesia.

Salah satu hormon testoteron alami adalah testis sapi. Testis sapi mudah didapatkan, harga relatif murah dan ukurannya besar. Namun testis sapi segar mudah terurai dan membusuk.

Untuk itu, tim peneliti IPB memanfaatkan Tepung Testis Sapi (TTS) yang tidak cepat membusuk, tidak menurunkan kualitas air, larva tertarik untuk makan, dan mudah dalam penyimpanan.

Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi pengaruh hormon testosteron alami dalam makanan testis banteng (BTM) pada maskulinisasi ikan Nila menggunakan metode divalidasi aceto carmine squash, dari gonad ikan. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya perubahan signifikan. Semakin tinggi dosis TTS dan semakin lama waktu pemberian TTS, maka persentase ikan jantan cenderung semakin meningkat. Pemberian TTS dengan dosis sembilan persen selama 14 hari dan 21 hari serta dosis enam persen selama 21 hari menghasilkan persentase ikan jantan yang tertinggi yaitu sebesar 83,3 persen. 

Selain itu, tingkat kelangsungan hidup benih tidak dipengaruhi oleh pengobatan BTM. Pertumbuhan ikan secara signifikan dipengaruhi oleh pengobatan BTM dibandingkan dengan tidak diobati BTM. Kinerja pertumbuhan tertinggi fry diperoleh dengan BTM sembilan persen.(zul)

Keterangan : foto diambil dari akun facebook

Cara Mudah Deteksi Ikan Jagoan, Tahan Koi Herpes Virus

Ikan Mas Mantap IPB, Tahan KHV dan Pertumbuhannya Cepat
Ikan Mas Mantap, Tahan KHV dan Bongsor
Sejak tahun 2002 terjadi wabah virus KHV (Koi Herpes Virus) yang menyerang ikan mas (dan koi) di Indonesia. Wabah tersebut tidak dapat hilang dari tubuh ikan dan selalu berulang, terlebih pada musim hujan. Virus KHV ini aktif pada suhu air 18-27°C yang mengakibatkan kematian massal bagi ikan.

Ikan yang terkena KHV jika dilihat dengan mata awam insangnya berwarna putih. Kalau sudah putih, maka tinggal tunggu waktu dan jika sudah terserang maka populasi habis. Umumnya serangan terjadi pada musim peralihan dari musim kemarau ke musim penghujan. Jawa Barat memiliki intensitas hujan tinggi, dengan suhu 20°C-22°C, pembudidaya ikan mas sudah was-was. Bahkan sekarang sudah diindikasikan, KHV dapat menginfeksi walau suhu air 25 °C, kemungkinan KHV sudah menyesuaikan diri.

Vaksin dari virus yang dilemahkan telah tersedia, namun demikian harganya sangat mahal dan dari hasil pengujian yang dilakukan ada indikasi virus bisa menjadi virulen kembali. Vaksin DNA juga sudah ada, dan relatif aman karena tidak ada kemungkinan infeksi kembali, tetapi harganya juga masih kurang ekonomis untuk ikan mas. Selain vaksin, alternatif lainnya adalah dengan manipulasi gen dan mencari ikan dengan genetik yang tahan KHV.

Tahun 2002 ikan mas di Cirata habis, tersisa hanya 5% dari populasi. Menurut Dr. Alimuddin, Peneliti dari Departemen Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) IPB, ternyata dari ikan tersisa ada yang mempunyai pembeda secara genetik yang tahan KHV.

“Kalau manusia ada yang rambut lurus atau keriting, nah pada ikan mas juga ada yang seperti itu. Dari yang tersisa tersebut ada ikan mas yang memiliki gen yang tahan KHV. Dari penelitian yang dilakukan sejak tahun 2009, kami menemukan cara sederhana (menggunakan analisis PCR) untuk memilih ikan mas yang tahan infeksi KHV yakni ikan mas yang memiliki Cyca-DAB1*05 (MHC II) sebagai penanda molekuler,” ujarnya.

Cyca-DAB1*05 (MHC II) adalah penanda molekuler potensial yang bisa digunakan untuk membantu memilih ikan dalam meningkatkan resistensi ikan mas dari KHV.

“Metode yang sudah ada di luar (mengidentifikasi ikan mas tahan KHV) kelihatannya tidak semua bisa menggunakan. Kita menggunakan penanda MHC II dengan alel khas. Kemudian kita rancang primer sederhana yang mudah digunakan oleh laboratorium yang fasilitasnya terbatas (dengan PCR). Di Indonesia Balai Benih Ikan mempunyai laboratorium dilengkapi alat-alat seperti PCR dan elektroforesis. Nah dengan metode sederhana yang kami ciptakan, hampir semua unit pelaksana teknis KKP daerah (propinsi) ini bisa dan mudah menggunakannya,” ujarnya.

Menurutnya, tidak semua UPT Pusat mempunyai alat yang lengkap. UPT yang bisa dianggap lengkap fasilitasnya seperti di BBAT Jambi, BBPBAT Sukabumi, BBPBAP Jepara, BBAP Situbondo, dan BBAT Mandiangin.

Saat ini, UPT-UPT air tawar sudah menggunakan metode ini seperti BBPBAT Sukabumi dan BBAT Mandiangin. Hanya ikan terpilih yang kemudian dijadikan induk yang kemudian diproduksi anaknya dan disebarkan ke masyarakat.

“Secara nasional, mengatasi serangan KHV paling cepat menggunakan marka molekuler dengan mencari ikan yang tahan KHV. Kami sudah berhasil dikembangkan keturunan ke dua (F2) dari induk yang tahan KHV di Sukabumi karena fasilitasnya yang lumayan lengkap. Selain meningkatkan anakan, penelitian lanjutan juga dilakukan untuk memeriksa pewarisannya sifat tahan KHV,” ujarnya.

Inovasi ini merupakan metode sederhana untuk memilih ikan mas tahan infeksi KHV melalui marka molekuler. Kelebihan lain inovasi ini adalah kemudahan untuk diaplikasikan oleh laboratorium yang memiliki fasilitas PCR dan elektroforesis DNA. Dengan demikian, pembenih ikan mas dapat memilih calon induk ikan yang tahan infeksi KHV untuk dipelihara, dan biaya untuk memproduksi induk bisa diminimalkan.(zul)

Pakar IPB Ciptakan Hormon Pemacu Pertumbuhan Ikan

Dr.Ir. Alimudin Alsani, Pakar Ikan Air Tawar IPB
Dr.Ir. Alimudin Alsani, memakai batik hijau 
Tingkat produksi budidaya ikan konsumsi ditentukan oleh laju pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup ikan. Laju pertumbuhan akan menentukan lama waktu pemeliharaan mencapai ukuran konsumsi atau dapat dijual. Metode untuk meningkatkan laju pertumbuhan yang ada saat ini masih belum mudah diaplikasikan dengan cepat oleh pembudidaya ikan.

Fishgrow Stimulant (FGS) atau hormon pertumbuhan ikan hasil inovasi Dr. Alimudin, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB bisa meningkatkan laju pertumbuhan ikan hingga 2-3 kali lipat.

“Latar belakangnya adalah Indonesia memiliki jenis ikan yang harganya mahal tapi pertumbuhan lambat. Contohnya sidat, gurame atau kerapu. Untuk ikan gurame saja harus menunggu 1 tahun untuk mendapatkan ikan yang siap jual. Oleh karena itu kami mengembangkan suatu bahan yang bisa memacu pertumbuhan ikan dengan hormon pertumbuhan yang diproduksi melalui bakteri. Saat FGS diberikan pada ikan gurame, sidat dan nila ternyata hasilnya bagus,” terang staf pengajar di Departemen Budidaya Perairan FPIK IPB ini.

Dr.Ir. Alimudin Alsani, Pakar Ikan Air Tawar IPB
Ikan Nila Merah
Untuk mendapatkan FGS, Dr. Alimuddin memilih metode recombinant growth hormone (rGH) karena mampu memberikan keuntungan genetik sebesar 200%. Menurutnya, mekanisme kerja rGH secara langsung mampu menginduksi diferensiasi sel-sel prekursor terkait fungsi fisiologi (metabolisme lemak, karbohidrat, suplai nitrogen pada organisme masa pertumbuhan, dll.). Dan hasil secara tidak langsung adalah mampu meningkatkan produksi IFG-1 pada sel-sel yang berdiferensiasi & IGF-1 di hati.

Selain itu, menurut literatur, setelah diaplikasikan pada beberapa ikan metode ini memberikan hasil yang sangat memuaskan. Pada Ikan kakap hitam pertumbuhannya naik 60%, Ikan Flounder naik 24%, Ikan Gilthead Seabream naik 55-65%, Ikan Mas Koki naik 43%, Ikan Nila naik 171% dan Udang Vaname naik 42,2%.

“Vektor ekspresi rGH dari ikan (ikan Mas, Gurame atau Kerapu) dimasukkan ke bakteri E. coli yang dipakai oleh orang molekuler. Nah bakteri inilah yang memproduksi FGS. Hasilnya bisa berupa larutan (penyimpanan di freezer) dan tepung (penyimpanan di kulkas),” ujarnya.

Aplikasi FGS pada ikan terbagi dalam tiga cara. Pertama larva ikan yang berumur 2 hari direndam dalam air dengan dosis 3-23 mg selama 1-2 jam dan kedua FGS bisa ditambahkan pada pakan dengan dosis 3-30 mg/kg dengan tiga atau empat kali pemberian. Atau dengan menggabungkan kedua cara di atas dengan merendam larva dan menambahkan FGS pada pakannya.

FGS akan meningkatkan efisiensi pakan hingga lima kali lipat dan menurunkan biaya produksi ikan. Setelah di beri FGS terjadi pertumbuhan sebesar 75% pada Ikan Gurame dan Ikan Sidat 2,5 kali lebih tinggi dari Ikan Sidat yang tidak diberi FGS.

Dari sisi keamanan pangan, Dr. Alimudin mengatakan metode ini sangat aman.

“Ini selalu dipertanyakan. Apakah sama dengan yang digunakan pada ayam dulu (memacu pertumbuhan ayam dengan mengunakan steroid). FGS menggunakan peptida biasa. Jika kita rendam selama 1 jam setelah itu dibiarkan kemampuannya sudah turun setelah 2-3 bulan. Ada studi yang mengatakan setelah 90 menit sudah tidak terdeteksi di dalam usus. rGH terdegradasi di dalam saluran pencernaan tikus uji dan rGH terabsorbsi di dalam saluran pencernaan dan sistem peredaran darah ikan dan tikus uji. Sehingga ikan dengan penambahan FGS aman dikonsumsi manusia,” ujarnya.

Harapannya ke depan semua ikan dapat dipacu pertumbuhannya dan inovasi ini bisa diaplikasikan oleh masyarakat sehingga produksi meningkat dan pendapatan petani juga meningkat.

Dapat disimpulkan bahwa keunggulan inovasi ini adalah teknologi yang sederhana, mudah diadopsi baik pembudidaya skala kecil, menengah, maupun skala besar serta mampu meningkatkan produktivitas budidaya secara signifikan, dapat meningkatkan efisiensi penggunaan pakan, dan menurunkan biaya produksi.

Inovasi ini berpotensi diterapkan pada berbagai spesies ikan budidaya, khususnya ikan yang bernilai jual tinggi namun pertumbuhannya lambat. Bisa pula diterapkan pada budidaya udang, dan kerang-kerangan.(zul)

Keterangan : Foto diambil dari akun facebook Dr. Alimudin Alsani