Susi Sianturi dan Putri Keduanya (Lacy Hasianna L.) |
Masih fresh dari ingatan kita tentang Susi Sianturi (28 tahun), lulusan magister Institut Pertanian Bogor (IPB) yang berhasil menggondol gelar cumlaude. Istri dari Briner Lumbantoruan (31 tahun) ini berhasil mengantongi nilai IPK 3,91 di Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan.
Susi bisa menyelesaikan kuliah magisternya berkat beasiswa yang ia dapatkan dari BPPDN. Kini, Ibu dua anak ini tinggal menunggu penempatan sebagai Dosen.
Alhamdulillah dengan kuasa dari Allah SWT, Penulis diberi kesempatan bersilaturahmi di kediaman Susi dua hari setelah wisudanya.
Alhamdulillah dengan kuasa dari Allah SWT, Penulis diberi kesempatan bersilaturahmi di kediaman Susi dua hari setelah wisudanya.
Dalam silaturahmi ini Penulis tidak sendiri tetapi bersama tiga kawan reporter dari Metro TV, Kompas TV dan Radar Bogor (tunggu tanggal tayangnya ya). Berikut hasil wawancara kami dengan Susi Sianturi di Cihideung Ilir Bogor.
Yang mengagumkan bukan hanya nilainya yang hampir sempurna, Susi berhasil menyabet gelar sarjana dan master di IPB dengan penuh perjuangan.
Ya, seperti diberitakan sebelumnya (baca : Lulusan IPB), sejak di Tingkat Persiapan Bersama (TPB), untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya Susi menjual pisang molen di Asrama TPB. Bangun jam 4 pagi dijalaninya setiap hari untuk mengambil dagangan di Kampung Cikarawang (belakang Kampus IPB).
“Saya berjualan dengan teman saya, namanya Susan. Kami ngider di Asrama Putri. Selesai jualan biasanya pukul setengah 6 pagi. Keuntungan setiap hari sekitar 25-30 ribu per orang,” ujar wanita kelahiran Humbang Hasundutan Kecamatan Lintongnihuta, Nagasaribu Tapanuli Utara.
Usaha ini dijalaninya selama dua semester. Setelah itu usaha serabutan seperti MLM, juru fotokopi, jualan perlengkapan kuliah di stand-stand. Pokoknya usaha yang menghasilkan uang, katanya.
Kenapa Susi harus menjalani semua ini? Jawabannya karena kiriman bulanan dari orang tuanya tidak mencukupi. Ya, Ayah Susi, Bernand Sianturi hanya mengirimkan uang sebesar 300 ribu rupiah per bulan dari semester satu hingga Susi lulus Sarjana.
Ya, seperti diberitakan sebelumnya (baca : Lulusan IPB), sejak di Tingkat Persiapan Bersama (TPB), untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya Susi menjual pisang molen di Asrama TPB. Bangun jam 4 pagi dijalaninya setiap hari untuk mengambil dagangan di Kampung Cikarawang (belakang Kampus IPB).
“Saya berjualan dengan teman saya, namanya Susan. Kami ngider di Asrama Putri. Selesai jualan biasanya pukul setengah 6 pagi. Keuntungan setiap hari sekitar 25-30 ribu per orang,” ujar wanita kelahiran Humbang Hasundutan Kecamatan Lintongnihuta, Nagasaribu Tapanuli Utara.
Usaha ini dijalaninya selama dua semester. Setelah itu usaha serabutan seperti MLM, juru fotokopi, jualan perlengkapan kuliah di stand-stand. Pokoknya usaha yang menghasilkan uang, katanya.
Kenapa Susi harus menjalani semua ini? Jawabannya karena kiriman bulanan dari orang tuanya tidak mencukupi. Ya, Ayah Susi, Bernand Sianturi hanya mengirimkan uang sebesar 300 ribu rupiah per bulan dari semester satu hingga Susi lulus Sarjana.
Susi Sianturi beserta keluarga di Perumahan Darmaga Permai Cihideung Ilir Bogor |
Bapak dari sembilan anak (delapan anak kandung dan satu anak angkat) ini bekerja sebagai Sopir Antar Kota di Tapanuli Utara. Penghasilan tiap bulannya tidak menentu, kadang 2 juta rupiah bahkan kadang kurang dari angka itu. Kalau lebaran, Bernand bisa mengantongi 3 juta rupiah per bulan.
Yang mengagumkan adalah, enam dari delapan anaknya berhasil menyelesaikan pendidikan Sarjana di beberapa perguruan tinggi ternama. Sebut saja Universitas Gajah Mada (UGM), Universitas Diponegoro (UNDIP), Institut Pertanian Bogor (IPB), Universitas Negeri Padang, Sekolah Keperawatan Elisabeth Medan.
Lima orang diterima melalui jalur undangan dan satu orang diterima dari jalur tulis. Kini mereka menjadi Guru SMA, Perawat, Sarjana Psikologi, Ahli Geologi, Pemilik Bimbel dan Dosen.
“Kami ajarkan oleh Bapak “Berakit-rakit dahulu berenang-renang ke tepian. Bersakit-sakit dahulu bersenang senang kemudian”. Saat kakak pertama lulus, dia bantu nambahi biaya adiknya yang sekolah. Pas saya kuliah, saya dibantu kakak saya yang sudah lulus dari UGM (saat ini sudah punya bimbel “Sang Pemimpin” di Bangka Belitung). Saat saya lulus saya bantu adik saya yang di UNDIP. Setelah adik yang di UNDIP selesai, saya biayai full adik saya yang di Universitas Negeri Padang,” ujar Susi.
Yang mengagumkan adalah, enam dari delapan anaknya berhasil menyelesaikan pendidikan Sarjana di beberapa perguruan tinggi ternama. Sebut saja Universitas Gajah Mada (UGM), Universitas Diponegoro (UNDIP), Institut Pertanian Bogor (IPB), Universitas Negeri Padang, Sekolah Keperawatan Elisabeth Medan.
Lima orang diterima melalui jalur undangan dan satu orang diterima dari jalur tulis. Kini mereka menjadi Guru SMA, Perawat, Sarjana Psikologi, Ahli Geologi, Pemilik Bimbel dan Dosen.
“Kami ajarkan oleh Bapak “Berakit-rakit dahulu berenang-renang ke tepian. Bersakit-sakit dahulu bersenang senang kemudian”. Saat kakak pertama lulus, dia bantu nambahi biaya adiknya yang sekolah. Pas saya kuliah, saya dibantu kakak saya yang sudah lulus dari UGM (saat ini sudah punya bimbel “Sang Pemimpin” di Bangka Belitung). Saat saya lulus saya bantu adik saya yang di UNDIP. Setelah adik yang di UNDIP selesai, saya biayai full adik saya yang di Universitas Negeri Padang,” ujar Susi.