Jefri Naldi, Calon Dokter Hewan IPB |
Anak keempat dari enam bersaudara ini sudah menjadi yatim sejak kelas 1 Sekolah Menengah Pertama (SMP). Dua kakaknya berhasil lulus SMA tetapi dua kakaknya yang lain terpaksa putus sekolah karena kondisi ekonomi keluarganya.
Dari Sekolah Dasar, Jefri termasuk anak berprestasi terbukti saat kelas 1 SMP, ia menduduki peringkat pertama di kelasnya. Namun karena meninggalnya sang Ayah, prestasi Jefri sempat “ngedrop” hingga lulus SMP. “Alhamdulillah, motivasi saya bangkit kembali saat masuk SMA,” ujarnya.
Untuk membantu biaya hidup keluarganya, setiap hari Jefri menjadi “gembala sapi” dan tukang aduk semen. Selepas pulang sekolah (jam tiga sore), Jefri menjadi tukang aduk semen hingga pukul lima sore. Setelah itu, Ia pergi ke ladang mengarit rumput untuk bekal makan sapi tetangganya.
“Setiap minggu saya mendapatkan 100 ribu dari mengaduk semen. Dan untuk hasil mengarit baru bisa dirasakan saat sapi itu dijual oleh pemiliknya. Misal sapinya laku 4 juta saya mendapatkan 2 juta (biasanya sapi dijual setelah 2,5 tahun dipelihara). Uang itu saya serahkan semua ke ibu untuk biaya makan. Untuk sekolah saya bergantung pada beasiswa. Ini kalau tidak ada bidikmisi juga saya tidak akan bisa kuliah bu,” ujarnya.
“Setiap minggu saya mendapatkan 100 ribu dari mengaduk semen. Dan untuk hasil mengarit baru bisa dirasakan saat sapi itu dijual oleh pemiliknya. Misal sapinya laku 4 juta saya mendapatkan 2 juta (biasanya sapi dijual setelah 2,5 tahun dipelihara). Uang itu saya serahkan semua ke ibu untuk biaya makan. Untuk sekolah saya bergantung pada beasiswa. Ini kalau tidak ada bidikmisi juga saya tidak akan bisa kuliah bu,” ujarnya.
Sebelum masuk asrama IPB, ada kakak kelasnya yang bersedia “menampung”. Kedatangannya ke Bogor sebagai mahasiswa baru juga hasil dari “ngutang” ibunya di kampung, tambahnya.
Ketika ditanya kenapa tertarik masuk IPB, Jefri mengatakan selain ingin membuat ibunya bangga, Ia juga ingin menjadi peternak sapi. Menurutnya, daerah tempat tinggalnya sangat cocok untuk peternakan karena pakan alaminya melimpah. Dengan kesibukannya sekolah dan bekerja, lalu kapan Jefri belajar hingga selalu rangking dua selama SMA?
Ketika ditanya kenapa tertarik masuk IPB, Jefri mengatakan selain ingin membuat ibunya bangga, Ia juga ingin menjadi peternak sapi. Menurutnya, daerah tempat tinggalnya sangat cocok untuk peternakan karena pakan alaminya melimpah. Dengan kesibukannya sekolah dan bekerja, lalu kapan Jefri belajar hingga selalu rangking dua selama SMA?
“Setelah bekerja, saya mandi, shalat Maghrib, makan, shalat Isya lalu tidur. Jam dua pagi saya bangun untuk shalat Tahajud, setelah itu baru belajar hingga pagi,” tuturnya.
Rutinitasnya shalat tahajud (qiyamul lail) memudahkannya menjalani hidup dan menuntut ilmu. Siapa sangka, kini Jefri menuntut ilmu di Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) IPB, dimana FKH IPB adalah salah satu fakultas kedokteran hewan ternama se Asia Tenggara.
Rutinitasnya shalat tahajud (qiyamul lail) memudahkannya menjalani hidup dan menuntut ilmu. Siapa sangka, kini Jefri menuntut ilmu di Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) IPB, dimana FKH IPB adalah salah satu fakultas kedokteran hewan ternama se Asia Tenggara.
Dan jika ada rezeki dalam waktu enam tahun ke depan, Batang Kapas Pesisir Selatan akan memiliki Dokter Hewan dari IPB. Amiin (zul)
No comments:
Post a Comment