Ikan Mas Mantap, Tahan KHV dan Bongsor |
Ikan yang terkena KHV jika dilihat dengan mata awam insangnya berwarna putih. Kalau sudah putih, maka tinggal tunggu waktu dan jika sudah terserang maka populasi habis. Umumnya serangan terjadi pada musim peralihan dari musim kemarau ke musim penghujan. Jawa Barat memiliki intensitas hujan tinggi, dengan suhu 20°C-22°C, pembudidaya ikan mas sudah was-was. Bahkan sekarang sudah diindikasikan, KHV dapat menginfeksi walau suhu air 25 °C, kemungkinan KHV sudah menyesuaikan diri.
Vaksin dari virus yang dilemahkan telah tersedia, namun demikian harganya sangat mahal dan dari hasil pengujian yang dilakukan ada indikasi virus bisa menjadi virulen kembali. Vaksin DNA juga sudah ada, dan relatif aman karena tidak ada kemungkinan infeksi kembali, tetapi harganya juga masih kurang ekonomis untuk ikan mas. Selain vaksin, alternatif lainnya adalah dengan manipulasi gen dan mencari ikan dengan genetik yang tahan KHV.
Tahun 2002 ikan mas di Cirata habis, tersisa hanya 5% dari populasi. Menurut Dr. Alimuddin, Peneliti dari Departemen Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) IPB, ternyata dari ikan tersisa ada yang mempunyai pembeda secara genetik yang tahan KHV.
“Kalau manusia ada yang rambut lurus atau keriting, nah pada ikan mas juga ada yang seperti itu. Dari yang tersisa tersebut ada ikan mas yang memiliki gen yang tahan KHV. Dari penelitian yang dilakukan sejak tahun 2009, kami menemukan cara sederhana (menggunakan analisis PCR) untuk memilih ikan mas yang tahan infeksi KHV yakni ikan mas yang memiliki Cyca-DAB1*05 (MHC II) sebagai penanda molekuler,” ujarnya.
Cyca-DAB1*05 (MHC II) adalah penanda molekuler potensial yang bisa digunakan untuk membantu memilih ikan dalam meningkatkan resistensi ikan mas dari KHV.
“Metode yang sudah ada di luar (mengidentifikasi ikan mas tahan KHV) kelihatannya tidak semua bisa menggunakan. Kita menggunakan penanda MHC II dengan alel khas. Kemudian kita rancang primer sederhana yang mudah digunakan oleh laboratorium yang fasilitasnya terbatas (dengan PCR). Di Indonesia Balai Benih Ikan mempunyai laboratorium dilengkapi alat-alat seperti PCR dan elektroforesis. Nah dengan metode sederhana yang kami ciptakan, hampir semua unit pelaksana teknis KKP daerah (propinsi) ini bisa dan mudah menggunakannya,” ujarnya.
Menurutnya, tidak semua UPT Pusat mempunyai alat yang lengkap. UPT yang bisa dianggap lengkap fasilitasnya seperti di BBAT Jambi, BBPBAT Sukabumi, BBPBAP Jepara, BBAP Situbondo, dan BBAT Mandiangin.
Saat ini, UPT-UPT air tawar sudah menggunakan metode ini seperti BBPBAT Sukabumi dan BBAT Mandiangin. Hanya ikan terpilih yang kemudian dijadikan induk yang kemudian diproduksi anaknya dan disebarkan ke masyarakat.
“Secara nasional, mengatasi serangan KHV paling cepat menggunakan marka molekuler dengan mencari ikan yang tahan KHV. Kami sudah berhasil dikembangkan keturunan ke dua (F2) dari induk yang tahan KHV di Sukabumi karena fasilitasnya yang lumayan lengkap. Selain meningkatkan anakan, penelitian lanjutan juga dilakukan untuk memeriksa pewarisannya sifat tahan KHV,” ujarnya.
Inovasi ini merupakan metode sederhana untuk memilih ikan mas tahan infeksi KHV melalui marka molekuler. Kelebihan lain inovasi ini adalah kemudahan untuk diaplikasikan oleh laboratorium yang memiliki fasilitas PCR dan elektroforesis DNA. Dengan demikian, pembenih ikan mas dapat memilih calon induk ikan yang tahan infeksi KHV untuk dipelihara, dan biaya untuk memproduksi induk bisa diminimalkan.(zul)
No comments:
Post a Comment