Bertemu dengan Jefri Naldi, mahasiswa baru Institut Pertanian Bogor (IPB), saat itu (tahun 2014) adalah pertemuan yang paling berkesan bagi saya. Saking berkesannya, setiap ada penerimaan mahasiswa baru, saya selalu teringat Jefri Naldi.
Kenapa berkesan? pertama, Jefri Naldi adalah anak yatim yang berhasil menjadi mahasiswa di Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Fakultas ini termasuk fakultas yang favorit (persaingannya ketat) alias mahasiswanya pintar-pintar. Kedua, pertemuan itu terjadi dua bulan setelah suami saya meninggal. Saya seperti melihat masa depan ketiga anak saya yang sama-sama yatim. Apakah nanti anak saya bisa pintar seperti Jafri Naldi? Apakah mental anak saya bisa sekuat Jefri Naldi? dan banyak pertanyaan lainnya.
Semoga pertemuan saya dengan Jefri Naldi yang terangkum dalam tulisan di bawah ini semoga menginpirasi dan memotivasi pembaca semua. Selamat membaca.
Jefri Naldi, Mahasiswa FKH IPB |
Rutin Tahajud Sejak SMA, Kini Menjadi Calon Dokter
Hewan IPB
Adalah Jefri Naldi, anak yatim lulusan SMAN 1 Batang Kapas, Pesisir
Selatan Kabupaten Solok Selatan, yang kini menjadi mahasiswa baru Fakultas
Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor (IPB). Jefri menjadi salah satu
mahasiswa yang mengikuti proses seleksi bidikmisi di Auditorium Jannes Humuntal
Hutasoit, Kampus IPB Darmaga (16-17/6-2014).
Anak ke empat dari enam bersaudara ini sudah menjadi yatim sejak
kelas 1 Sekolah Menengah Pertama (SMP). Dua kakaknya berhasil lulus SMA tetapi
dua kakaknya yang lain terpaksa putus sekolah karena kondisi ekonomi
keluarganya.
Dari Sekolah Dasar, Jefri termasuk anak berprestasi terbukti saat
kelas satu SMP, Ia menduduki peringkat pertama di kelasnya. Namun karena
kematian Ayahnya, prestasi Jefri sempat “ngedrop” hingga lulus SMP.
“Alhamdulillah, motivasi saya bangkit kembali saat masuk SMA,”
ujarnya saat diwawancara oleh Tim Pariwara IPB.
Untuk membantu biaya hidup keluarganya, setiap hari Jefri menjadi
“gembala sapi” dan tukang aduk semen. Selepas pulang sekolah (jam tiga sore),
Jefri menjadi tukang aduk semen hingga pukul lima sore. Setelah itu, Ia pergi
ke ladang mengarit rumput untuk bekal makan sapi tetangganya.
“Setiap minggu saya mendapatkan 100 ribu dari mengaduk semen. Dan
untuk hasil mengarit baru bisa dirasakan saat sapi itu dijual oleh pemiliknya.
Misal sapinya laku 4 juta saya mendapatkan 2 juta (biasanya sapi dijual setelah
2,5 tahun dipelihara). Uang itu saya serahkan semua ke ibu untuk biaya makan.
Untuk sekolah saya bergantung pada beasiswa. Ini kalau tidak ada bidikmisi juga
saya tidak akan bisa kuliah bu,” ujarnya.
Alhamdulillah untuk sementara sebelum masuk asrama IPB, ada kakak
kelasnya yang bersedia “menampung”. Kedatangannya ke Bogor sebagai mahasiswa
baru juga hasil dari “ngutang” ibunya di kampung, tambahnya.
Ketika ditanya kenapa tertarik masuk IPB, Jefri mengatakan selain
ingin membuat ibunya bangga, Ia juga ingin menjadi peternak sapi. Menurutnya,
daerah tempat tinggalnya sangat cocok untuk peternakan karena pakan alaminya
melimpah.
Dengan kesibukannya sekolah dan bekerja, lalu kapan Jefri belajar
hingga selalu rangking dua selama SMA. “Setelah bekerja, saya mandi, shalat
Maghrib, makan, shalat Isya lalu tidur. Jam dua pagi saya bangun untuk shalat tahajud, setelah itu baru belajar hingga pagi,” tuturnya.
Rutinitasnya qiyamul lail memudahkannya menjalani hidup dan menuntut
ilmu. Siapa sangka, kini Jefri menuntut ilmu di Fakultas Kedokteran Hewan
(FKH) IPB. Dimana FKH IPB adalah salah satu Fakultas Kedokteran Hewan ternama
se Asia Tenggara.
Dan jika ada rezeki dalam waktu enam tahun ke depan, Batang Kapas
Pesisir Selatan akan memiliki Dokter Hewan dari IPB. Amiin (zul)